Konsulat Bappenas: Rute Tol Laut Yang Bersinggungan Harus Dihapus

Konsultan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merekomendasikan agar rute tol laut yang bersinggungan harus dihapus dan diserahkan kembali kepada perusahaan pelayaran swasta yang sudah lebih dulu di rute tersebut.

“Ada 13 rute di Indonesia Barat ke Timur yang rute tol laut nya bersinggungan dengan rute swasta. Barangnya diambil dari Surabaya. Kementerian Perhubungan memang perlu menganalisa dan menghapus rute yang bersinggungan ini,” tutur Wahyono Bimarso, konsultan Bappenas yang juga Ketua Himpunan Ahli Pelabuhan Indonesia (HAPI), ketika dihubungi media, Jumat (22/9/2017).
Dia menambahkan, pihaknya sudah mengingatkan pemerintah agar jangan sampai mengeluarkan kebijakan tol laut dengan rute bersinggungan. Yang sekarang sudah dilakukan oleh swasta harus dilanjutkan, jangan dimasuki oleh kapal pemerintah.

“Kalau pun pemerintah masuk juga tidak akan mampu, mau pakai kapal siapa? Kapal pemerintah tidak ada yang bisa. Kapal Pelni hanya 200 Teus, jumlahnya terbatas.

Sementara swasta punya 1000-2000 Teus. Tol laut pemerintah tidak mungkin bisa bersaing dengan swasta. Pemerintah sedang membangun kapal kapasitas 100 Teus, tetapi itu juga tidak bisa bersaing dengan kapal 600 Teus seperti milik swasta,” tutur Wahyono.
Menurutnya, yang dilakukan oleh Pelni sebagai perusahaan pelayaran yang ditunjuk pemerintah untuk tol laut juga tidak ada bertahan lama karena pemerintah juga tidak punya uang untuk terus memberikan subsidi. Muatan yang dibawa Pelni selama ini volumenya kecil, pasarnya setahun hanya 2000 Teus, padahal kalau kapal swasta bisa sampai hampir 3 juta Teus per tahun.

Swasta, lanjut Wahyono, takutnya ada investor besar khususnya dari asing yang masuk ke tol laut , kemudian mendatangkan kapal 3.000 Teus dan akan mengambil rute-rute yang bersinggungan dengan swasta. Karena itu, investor asing tersebut harus ditahan dan tidak boleh masuk, dengan menggunakan azas sabotage, yakni kapal berbendera asing tidak boleh masuk ke dalam pelayaran Indonesia.

Dia menambahkan konsep tol laut bisa diimplementasikan secara bertahap sambal menunggu kesiapan perkembangan kargo dan kesiapan infrastruktur dermaga serta alur pelayaran. Ekonomi biaya tinggi bukan diakibatkan oleh transportasi laut saja, namun juga oleh angkutan darat dan lokal.
Sebagai gambaran, secara umum di seluruh Indonesia jalan nasiaonal sudah bagus (antara 60%-80%), tetapi jalan provinsi, jalan kota, jalan desa, dan lainnya masih rusak parah, sehingga produk pertanian dan perkebunan tidak bisa bersaing.

Selain itu, lanjutnya, Pelni juga gagal dalam menurunkan harga. Harga bahan pangan dari pelabuhan ke pelabuhan memang turun, tetapi saat di end user harganya tetap tinggi karena dimonopoli oleh pengusaha. Barangnya dikeluarkan sedikit demi sedikit sehingga harganya tetap tinggi.

“Masih ada pemain bisnis lokal yang melakukan monopoli, sehingga harga tidak bisa turun, oleh sebab itu perlu peranan institusi pengendali harga seperti Bulog. Selain itu, yang menyebabkan harga masih tinggi, salah satunya karena angkutan baik dari Timur Indonesia ke Barat Indonesia maksimal hanya 20% seperti dari Sorong, Jayapura, Ambon, Ternate, Kendari, Pantoloan, Tenau, karena belum ada industry,” tutur Wahyono.

Wahyono menambahkan dari hasil kajian Drewry konsultan disimpulkan bahwa komposisi biaya transport paling tinggi di angkutan darat yakni 50%, sisanya yakni 30% biaya pelabuhan, 20% biaya pelayaran. “Maka perlu mencermati lebih ke darat.”

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sendiri menilai tol laut harus mampu mendorong sinergisitas pelaku usaha pelayaran untuk mendorong distribusi barang. Tol laut harus menjadi pendorong bagi integrasi logistik intermoda dari pelabuhan ke pelabuhan menuju pelabuhan ke end user.
Dari hasil studi Kemenhub, program tol laut yang dilaksanakan dijalur komersial akan menciptakan crowding effect bagi pelaku pelayaran swasta.

Sumber: tribunnews

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konsulat Bappenas: Rute Tol Laut Yang Bersinggungan Harus Dihapus"

Posting Komentar